Selasa, 14 Mei 2013


Kelompok Hukrim
1.     Desrita Asriyani
2.     Hendri Susanto
3.     Holil
4.     June Hari Adha Aiba


Mekanisme Pengaduan Masyarakat
Tindak Hukum dan Kriminal Tanjungpinang







Tindak Hukum dan Kriminal (Hukrim) dilingkungan masyarakat sudah tidak asing lagi. Tindakan-tindakan semacam ini yang sangat meresahkan masyarat. Tak jarang dalam sehari nyawa manusia hilang begitu saja. Sepertinya nyawa merupakan hal yang mudah dihilangkan padahal nyawa dan keselamatan merupakan hal yang sangat berharga dari semua yang berharga. Banyak peristiwa-peristiwa yang melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Kasus-kasus semacam ini hendaknya jangan dianggap sepele.

Jika memang ini terjadi masyarakat harus tau kemana kita harus melaporkannya. Guna ingin mendapatkan penanganan yang terampil oleh pihak yang berwajib maka kita harus mengetahui mekanisme-mekanisme pelaporan kepada pihak berwajib. Sebagai masyarakat yang disiplin kita harus mematuhi tata cara pelaporan yang sesuai dengan prosedur guna penyidikan yang tepat dan tidak ada pihak-pihak terkait yang disalahkan baik dari pihak pelapor maupun pihak yang berwajib.

            Untuk masyarakat Tanjungpinang, jika ada tindak pelanggaran hukum dan Kriminal masyarakat bisa melapor ke markas satreskrim yang beramat di Jl. Ahmad Yani KM 5 atas Tanjungpinang. Pengaduan masyarakat disampaikan kepada pihak piket Reskrim yang bertugas pada hari itu. Laporan sampai di pihak piket Satreskrim maka pihak pelapor akan dipriksa, jika memang benar adanya ada suatu pelanggaran Hukum dan Kriminal maka pihak Reskrim akan mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan penanganan yang khusus guna menjalankan tugas yang sesuai dengan pihak pelapor.

            Riksa laporan  merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian sebelum melakukan olah TKP. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah benar laporan yang di laporkan oleh pelapor.  langkah yang pertama di lakukan adalah dengan mendatangi tempat kejadian pristiwa atau sering di sebut dengan (TKP).

Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti dan / atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Dasar pemeriksaan TKP adalah menjawab 6 pertanyaan (heksameter) yaitu apa yang terjadi, siapa yang tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana terjadinya, dan dengan apa melakukannya, serta mengapa terjadi peristiwa tersebut.

            Ditempat TKP pihak penyidik akan mengolah dan mencari data-data dan fakta-fakta yang mendukung dengan terjadinya kasus sesuai dengan laporan pihak pelapor. Setelah mengetahui kebenaran data-data laporan dengan mendatang tempat TKP yang pertama kita akan membuat sketsa wajah, yang bekerja sama dengan penyidik dan pihak Rumah sakit Polri, untuk bisa menampilkan wajah yang mendekati sebenarnya. Hal ini dimaksudkan memudahkan dalam rangka penyidikan selanjutnya.

Pada tahap proses ini pihak pelapor akan meminta sketsa wajah pelaku harus siap dalam jangka waktu seminggu guna bisa di tampilkan dimedia. Ketika ditampilakn dimedia inilah ruang gerak dan lingkungan tersangka akan semakin berkurang. Sehingga memungkinkan pihak masyarakat lainnya bisa membantu pihak penyidik untuk mencari pelakunya sesuai dengan sketsa tadi. Satreskrim menurut selebaran di atas akan melakukan  penelitian laporan oleh pihak penyidik selama tiga hari.

            Selanjutnya proses atau mekanisme yang harus dilakukan adalah SP2HP. SP2HP merupakan  (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan). Dalam surat itu tertuang jika penyidik telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada saksi-saksi. Jika memang ditemukan fakta dan sesuai dengan kejadian perkara maka disesuaikan dengan tindak pidana dan bukan tindak pidana.

            Tindak pidana yaitu melanggar peraturan pidana, dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana jika memang tidak bertentangan dengan hukum.

            Apabila sesuai dengan hukum dan dikatakan melanggar hukum dan Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu membahayakan seperti penghasutan, melanggar kesusilaan, dan pembunuhan, maka tahap ini diteruskan ketahap atau proses berikutnya yaitu penyidikan.

            Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak pidana atau keadaan dan / atau bukti-bukti berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberi petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh orang tertentu. Tugas Penyidik disini adalah mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang membuat terang dan jelas  tindak pidana di bidang tertentu yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Serta wewenang penyidik adalah menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tertentu agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas. Penyidikan dilaksanakan berdasarkan Laporan Bukti Permulaan dan Surat Perintah Penyidikan.

            Proses selanjutnya setelah penyidikan adalah periksa saksi yaitu orang yang memberikan keterangan di persidangan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar, dan ia alami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Yang dimaksud dengan alat bukti saksi itu adalah kesaksian-kesaksian pasti yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang dilaporkan dengan cara pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara dan dipanggil di persidangan.

            Namun hal yang sangat penting selain di atas adalah ijin sita terhadap berkas dan dokumen yang berhubungan dengan Barang Bukti (BB) yang mendukung penyidikan di persidangan nantinya untuk membuktikan siapa yang menjadi dalang semua perkara yang menuju pada pelaku tindak pidana. Hal ini untuk mempersempit perkara permasalahan, sehingga proses penyidikan berada pada tahap selanjutnya yang akan mengarah pada tersangka. Jika semua dokumen dan berkas-berkas itu cocok dan bukti-bukti sudah cukup untuk menangkap tersangka maka penyidik melakukan penangkapan dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap tersangka.

            Setelah dilakukan penangkapan maka pihak penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka guna keperluan penyidikan selanjutnya. Dilakukan penahanan ini dikhawatirkan tersangka lari dari penyidikan dan dapat mengakibatkan terhambatnya proses penyidikan yang akan dilakukan oleh pihak penyidik. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) secara periodik maksudnya yaitu pemanggilan dan pemeriksaan terhadap tersangka sudah dilakukan secara periodik/bertahap sesuai dengan perintah surat pemanggilan dan penyidikan.

            Selanjutnya Barang Bukti (BB) itu dikirim ke Pengadilan Umum (PU) untuk di proses lebih lanjut nantinya. Tahap ini sudah mendekati pada persidangan yang akan dilakukan oleh pihak hakim. Disini masyarakat harus jeli dan harus mengikuti secara terus menerus agar proses yang ditempuh lewat jalur hukum tidak di manipulasi data dan berkas hasil penyidikan. Sangat ironi apabia pelapor tidak mengetahui perkembangan penyidikan karena disini sudah bisa di tebak sejauh mana tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Bahkan kita sudah bisa menerka dan mengandai-andai tersangka ini akan mendapat sanksi-sanksi seperti apa.

            Jalur hukum berikutnya adalah pengiriman SP2HP Periodik tadi ke Pengadilan Umum (PU). Pengadilan disini adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara. Tahap pengadilan ini memungkinkan pelapor sudah menemukan titik temu terhadap laporan pelapor pada sebelumnya, ini tidak lain kerja keras pihak Satreskrim yang bekerja secara profesional.

            Selanjutnya adalah proses pengiriman tersangka dan Barang Bukti (BB) ke Pengadilan Umum (PU). Pengadilan Umum adalah pengadilan yg bertugas di lingkungan peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan. Yang ditekankan disini adalah pelapor harus tetap memantau dan mengikuti proses pengiriman ke Pengadilan Umum (PU).

            Lalu masyarakat sebagai pelapor bisa melakukan Sidang Pengadilan Negeri (PN) . Pengadilan Negeri (PN) adalah badan pengadilan tingkat pertama yang berkuasa mengadili semua perkara penyelewengan hukum didaerah hukumnya. Pengadilan negeri memiliki kewenangan untuk  memeriksa dan memutuskan perkara tinggkat pertama dari segala perkara sipil untuk semua golongan penduduk baik Warga Negara Indonesia dan orang asing. Biasanya yang saya lihat didalam Pengadilan Negeri (PN) ini dipimpin oleh 3 orang hakim.

            Jika semua sudah terpenuhi dari Berkas Acara Pemeriksaan (BAP), saksi-saksi dan tersangka, maka sampai pada tahap putusan vonis yang di pimpin oleh 3 orang hakim tadi. Namun sebelumnya hakim harus mendengarkan pengakuan dan kesaksian yang dilontarkan oleh pihak tersangka atau tergugat untuk meberikan kesempatan untuk membela diri, hal ini dilakukan untuk menegakkan azaz praduga tidak bersalah. Peran hakin disinilah yang sangant monoton seakan-akan hakim disini Tuhan di dunia.

            Tahap terahir yang memang ditunggu-tunggu adalah vonis hakim. Putusan hakim dalam  persidangan mengenai jalannya pemeriksaan. Vonis disinilah kepuasan pelapor akan ditentukan. Hakim disini harus bersikap adil dalam memutuskan perkara jangan sampai hakim bisa di setir oleh pihak-pihak maupun golongan yang mempunyai pengaruh besar. Karena jika memang itu terjadi akan mencoreng nama peradilan di Indonesia, takut keluar istilah yang sangat vamiliar ditelinga masyarakat pengadilan di Indonesia tajam ke bawah tumpul ke atas. Jika perkara kecil di hukum seberat-beratnya dan  perkara besar di ulur-ulur hingga tidak ada penyelesaian akhirnya, apalagi perkaranya menyangkut figur publik biasanya akan di kontrol oleh orang luar.(Rita, June, Hendri, dan Holil,)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar